
Informasi Traveling Anda
Generasi Z (Gen Z), yang dikenal sebagai generasi digital native, ternyata memiliki preferensi unik saat berbicara tentang perjalanan. Mereka tidak hanya mencari tempat wisata biasa, tetapi lebih tertarik pada pengalaman yang mendalam, autentik, dan bahkan "tersembunyi". Hal ini diungkapkan oleh Gaery Undarsa , Co-founder dan Chief Marketing Officer tiket.com , dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Selasa (tanggal). Menurut Gaery, Gen Z cenderung menghindari destinasi turistik mainstream dan lebih memilih perjalanan yang memberikan mereka kesempatan untuk benar-benar merasakan budaya lokal.
Salah satu tren perjalanan yang paling populer di kalangan Gen Z adalah local immersion —sebuah pendekatan perjalanan yang fokus pada pengalaman langsung dengan kehidupan lokal. Alih-alih mengunjungi tempat-tempat turistik seperti landmark terkenal atau pusat perbelanjaan, Gen Z lebih suka menjelajahi sisi lain dari sebuah destinasi.
"Mereka mencari sesuatu yang autentik, bukan sekadar foto-foto di tempat yang sudah umum dikunjungi," kata Gaery. Misalnya, mereka lebih tertarik tinggal di desa-desa tradisional, belajar memasak makanan lokal, atau bahkan ikut serta dalam ritual adat setempat. Bagi Gen Z, pengalaman seperti ini jauh lebih bernilai daripada sekadar mengunjungi tempat yang ramai turis.
Selain local immersion, Gen Z juga sangat menyukai konsep "hidden gems" —destinasi yang belum banyak dikenal orang namun memiliki daya tarik unik. Semakin sedikit orang yang mengetahui tempat tersebut, semakin menarik bagi mereka.
Fenomena ini sering kali berkaitan dengan tren coolcations , yaitu perjalanan yang mengutamakan eksplorasi destinasi dengan suasana sejuk, alam yang asri, dan pemandangan indah. Coolcations biasanya berlokasi di daerah pegunungan, hutan, atau pantai terpencil yang masih alami.
Misalnya, alih-alih mengunjungi pantai populer seperti Kuta di Bali, Gen Z lebih tertarik menjelajahi pantai-pantai tersembunyi seperti Nusa Penida atau Pulau Weh yang lebih jarang dikunjungi. Destinasi semacam ini tidak hanya menawarkan ketenangan, tetapi juga kesempatan untuk mendapatkan konten visual yang unik dan "Instagram-worthy".
Selain mencari pengalaman autentik dan tempat tersembunyi, Gen Z juga sangat peduli terhadap isu lingkungan. Mereka cenderung memilih destinasi dan akomodasi yang ramah lingkungan atau sustainable travel .
"Lokasi yang sustainable biasanya lebih disukai kalangan Gen Z," tambah Gaery. Contohnya, mereka lebih memilih menginap di eco-lodge yang menggunakan energi terbarukan, atau bergabung dalam tur yang mendukung komunitas lokal dan pelestarian alam.
Tren ini juga didorong oleh kesadaran akan dampak negatif pariwisata massal terhadap lingkungan. Gen Z ingin memastikan bahwa perjalanan mereka tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi masyarakat lokal dan lingkungan sekitar.
Gen Z juga dikenal sangat menghargai fleksibilitas dan personalisasi dalam perjalanan. Mereka cenderung merencanakan perjalanan secara spontan dan lebih suka memilih aktivitas yang bisa disesuaikan dengan minat pribadi.
Misalnya, jika mereka tertarik pada seni, mereka akan mencari workshop melukis atau membuat kerajinan tangan bersama seniman lokal. Jika mereka pecinta kuliner, mereka akan mencoba makanan jalanan khas daerah tersebut atau mengikuti kelas memasak bersama penduduk setempat.
"Perjalanan bukan lagi soal destinasi, tapi soal cerita dan pengalaman yang bisa mereka bagikan," lanjut Gaery.
Gen Z, Generasi Pencari Pengalaman Autentik
Dengan preferensi yang unik dan inovatif, Gen Z membawa angin segar dalam dunia pariwisata. Mereka tidak hanya mencari tempat untuk dikunjungi, tetapi juga pengalaman yang dapat mereka kenang seumur hidup. Dari local immersion , hidden gems , hingga sustainable travel , Gen Z membuktikan bahwa perjalanan modern lebih dari sekadar liburan—ini adalah cara untuk menjelajahi dunia dengan cara yang lebih bermakna.