
Informasi Traveling Anda
Kebijakan study tour atau tur studi sekolah kembali menjadi perdebatan setelah politisi Dedi Mulyadi menyoroti potensi penyalahgunaannya yang kerap dianggap sekadar "jalan-jalan". Menanggapi hal ini, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) memberikan penjelasan resmi, menekankan bahwa kegiatan study tour seharusnya memiliki nilai edukasi, bukan hanya rekreasi semata.
Dedi Mulyani Soroti Efektivitas Study Tour
Dedi Mulyadi, yang dikenal vokal menyuarakan isu pendidikan, mempertanyakan efektivitas study tour jika hanya berfokus pada destinasi wisata tanpa muatan pembelajaran yang jelas.
"Study tour harusnya memperkaya pengetahuan siswa, bukan sekadar piknik. Harus ada kurikulum pendampingnya agar tidak jadi pemborosan dana," ujarnya.
Ia menyarankan agar sekolah lebih selektif memilih lokasi yang relevan dengan materi pelajaran, seperti kunjungan ke museum, situs sejarah, atau pusat sains, dibandingkan sekadar ke tempat hiburan.
Kemenpar: Study Tour Harus Berbasis Edukasi
Menanggapi kritik tersebut, Kemenpar melalui juru bicaranya menyatakan bahwa study tour sejatinya merupakan bagian dari educational tourism yang justru dapat memperluas wawasan siswa.
"Kami mendorong agar sekolah berkolaborasi dengan pemandu wisata atau fasilitator edukasi agar kunjungan memiliki nilai pembelajaran. Misalnya, ke Bali tidak hanya untuk pantai, tapi juga belajar budaya dan ekosistem," jelas perwakilan Kemenpar.
Kemenpar juga menekankan pentingnya sinergi antara dinas pendidikan dan dinas pariwisata untuk merancang program study tour yang lebih terstruktur.
Respons Publik: Pro dan Kontra
Di media sosial, netizen terbelah. Sebagian setuju dengan Dedi Mulyadi bahwa banyak study tour yang minim konten edukasi, sementara lainnya berargumen bahwa kegiatan ini penting untuk refreshing dan pengalaman langsung di luar kelas.
"Kalau mau belajar sejarah, ya ke Borobudur atau museum, jangan malah ke waterpark," komentar seorang pengguna Twitter.
Sementara itu, seorang guru di Jakarta membela, "Study tour juga melatih kemandirian dan sosialisasi siswa. Asal direncanakan dengan baik, manfaatnya besar."
Solusi agar Study Tour Lebih Bermakna
Agar tidak sekadar jadi ajang jalan-jalan, beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan:
Integrasi dengan Kurikulum – Destinasi harus relevan dengan mata pelajaran.
Panduan Edukatif – Libatkan pemandu wisata bersertifikat atau guru pendamping.
Evaluasi Pasca-Tour – Siswa diminta membuat laporan atau presentasi hasil kunjungan.
Anggaran Transparan – Hindari biaya membengkak tanpa tujuan jelas.
Kesimpulan
Study tour seharusnya menjadi media pembelajaran, bukan sekadar hiburan. Dengan perencanaan matang, kegiatan ini bisa memberikan nilai tambah bagi siswa tanpa harus kehilangan unsur menyenangkannya.